GANGGUAN
MUSKULOSKELETAL
Disusun oleh :
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gangguan muskuloskeletal adalah suatu
kondisi yang mempengaruhi sistem muskuloskeletal yang dapat terjadi pada
tendon, otot, sendi, pembuluh darah dan atau saraf pada anggota gerak. Gejala
dapat berupa nyeri, rasa tidak nyaman, kebas pada bagian yang terlibat dan
dapat berbeda derajat keparahannya mulai dari ringan sampai kondisi berat,
kronis dan lemah (HSE, 2014)
Gangguan muskuloskeletal merupakan salah
satu masalah utama kesehatan diseluruh dunia dengan prevalensi 35 – 50%
(Lindgren dkk, 2010). Pada Nord
–Trøndelag County di Norwegia terdapat 45% dari populasi orang dewasa melaporkan
nyeri musculoskeletal kronis selama setahun terakhir (Hoff dkk, 2008). Gangguan
muskuluskeletal diantaranya fraktur, dislokasi, sprain, strain dan sindrom
compartemen.
Dikehidupan sehari hari yang semakin
padat dengan aktifitas masing-masing manusia dan untuk mengejar perkembangan
zaman, manusia tidak akan lepas dari fungsi normal musculoskeletal terutama
tulang yang menjadi alat gerak utama bagi manusia, tulang membentuk rangka
penujang dan pelindung bagian tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh, namun dari ulah manusia itu sendiri, fungsi tulang
dapat terganggu karena mengalami fraktur. Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa
(Mansjoer, 2008).
Sprain
atau keseleo merupakan cedera umum yang dapat menyerang siapa saja, tetapi
lebih mungkin terjadi pada individu yang terlibat dengan olahraga, aktivitas
berulang, dan kegiatan dengan resiko tinggi untuk kecelakaan. Sprain biasanya
terjadi pada jari-jari, pergelangan kaki, dan lutut. Bila kekurangan ligamen
mayor, sendi menjadi tidak stabil dan mungkin diperlukan perbaikan bedah.
Strain
atau regangan adalah berlebihan peregangan otot, lapisan fasia nya, atau
tendon. Kebanyakan strain terjadi pada kelompok otot besar termasuk punggung
bawah, betis dan paha belakang. Strain juga dapat diklasifikasikan sebagai
tingkat pertama (otot ringan atau sedikit menarik), tingkat kedua (sedang atau
otot robek pada tingkat menengah) dan tingkat ketiga (robek parah atau pecah).
Sindroma
kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial
di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang
tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan
intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot
di dalam kompartemen akan menjadi iskemik.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka penulis mencoba untuk mengemukakan penjelasan tentang kegawatdaruratan gangguan
muskuluskeletal: fraktur, dislokasi, sprain, strain, dan sindrom kompartmen
C.
Tujuan
Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, mahasiswa dapat mengetahui tentang kegawatdaruratan gangguan
muskuluskeletal: fraktur, dislokasi, sprain, strain, dan sindrom kompartmen
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Anatomi dan
Fisiologi MUSKULUSKELETAL
Sistem muskuloskeletal merupakan
penunjang bentuk tubuh dan mengurus pergerakan. Komponen utama dari sistem
muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 %
berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang,
sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,S.A,1995 :175)
KOMPONEN
SISTEM MUSCULOSKELETAL
A.
Tulang
Tulang adalah jaringan yang paling
keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan
bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama calsium kurang
lebih 67 % dan bahan seluler 33%.
Berdasarkan
bentuknya tulang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Tulang Panjang / Tulang Pipa
Tulang ini sering terdapat dalam anggota gerak.
Fungsinya sebagai alat ungkit dari tubuh dan memungkinkan untuk bergerak.
Batang atau diafisis tersusun atas tulang kortikal dan ujung tulang panjang
yang dinamakan epifis tersusun terutama oleh tulang kanselus. Plat epifis
memisahkan epifiis dan diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan
longitudinalpada anak-anak. Yang pada orang dewasa akan mengalami kalsifikasi.
Misalnya pada tulang humerus dan femur.
2. Tulang Pendek
Tulang ini sering didapat pada tulang-tulang karpalia
di tangan dan tarsalia di kaki. Fungsinya pendukung seperti tampak pada
pergelangan tangan. Bentuknya tidak teratur dan inti dari konselus (spongi)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang Pipih
Tulang ini sering terdapat di tengkorak, panggul /
koxa, sternum, dan iga-iga, serta scapula (tulang belikat). Fungsinya sebagai
pelindung organ vital dan menyediakan permukaan luas untuk kaitan otot-otot,
merupakan tempat penting untuk hematopoesis. Tulang pipih tersusun dari tulang
kanselus diantara 2 tulang kortikal.
4. Tulang Tak Beraturan
Berbentuk unik sesuai dengan
fungsinya. Struktur tulang tidak teratur, terdiri dari tulang kanselous di
antara tulang kortikal. Contoh : tulang
vertebra, dan tulang wajah.
5. Tulang Sesamoid
Merupakan tulang kecil disekitar tulang yang
berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial.
Contoh : tulang patella (Kap lutut).
Bentuk dan kontruksi tulang ditentukan fungsi dan gaya yang bekerja
padanya.
Kerangka
Sebagian besar tersusun atas tulang. Kerangka tulang
merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh.
Kerangka
dibagi menjadi :
1. Kerangka aksial
Kerangka
aksial terdiri dari 80 tulang, terkelompok pada 3 daerah yaitu
a. Kranium dan Tulang Muka ( TENGKORAK )
Kranium terdiri atas 8 tulang yaitu tulang-tulang
parietal (2), temporal (2),frontal, oksipital, stenoid, dan etmoid.
Tulang muka terdiri atas 14 tulang yaitu tulang
maksila (2), zigomatikus (2), nasal (2), lakrimal (2), palatinum (2),concha
inferior (2),mandibula dan vomer.
b. Kolumna Vertebralis
Kolumna vertebralis terdiri atas 26 tulang berbentuk
tidak teratur, terbentang antara tengkorak dan pelvis. Juga merupakan tempat
melekatnya iga dan otot punggung. Kolumna vertebralis dibagi dalam 7 vertebra
sevikalis, 12 vertebra torakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacrum dan 4
vertebra koksigius.
c. Thoraks tulang
Thorak tulang terdiri tulang dan tulang rawan. Thoraks
berupa sebuah rongga berbentuk kerucut terdiri dari 12 vertebra torakalis dan
12 pasang iga yang melingkar dari tulang belakang sampai ke sternum.
Pada sternum terdapat beberapa titik penting yaitu
supra sternal notch dan angulus sterni yaitu tempat bertemunya manubrium dan
korpus sterni.
Bagian-bagian tersebut merupakan penunjang kepala,
leher, dan badan serta melindungi otak, medulla spinalis dan organ dalam
thoraks.
2. Kerangka Apendikular
Kerangka
apindikuler terdiri atas :
a. Bagian bahu (Singulum membri superioris)
Singulum membri superior terdiri atas klavikula dan
scapula.
Klavikula mempunyai ujung medial yang menempel pada
menubrium dekat suprasternal notch dan ujung lateral yang menempel pada
akronion.
b. Bagian panggul (Singulum membri inferior )
Terdiri dari ileum, iskium, pubis yang bersatu disebut
tulang koksae. Tulang koksae bersama sacrum dan koksigeus membentuk pelvis
tulang. Ekstremitas bawah terdiri dari femur, patella, tibia, fibula, tarsus,
metatarsus.
B.
Cartilago (tulang rawan)
Tulang rawan terdiri dari serat-serat yang dilekatkan
pada gelatin kuat, tetapi fleksible dan tidak bervasculer. Nutrisi melaui
proses difusi gel perekat sampai ke kartilago yang berada pada perichondium
(serabut yang membentuk kartilago melalui cairan sinovial), jumlah serabut
collagen yang ada di cartilage menentukan bentuk fibrous, hyaline, elastisitas,
fibrous (fibrocartilago) memili paling banyak serabut dan memiliki kekuatan
meregang. Fibrus cartilage menyusun discus intervertebralis articular (hyaline)
cartilage halus, putih, mengkilap, dan kenyal membungkus permukaan persendian
dari tulang dan berfungsi sebagai bantalan. Cartilage yang elastis memiliki
sedikit serat dan terdapat pada telinga bagian luar.
C. Ligamen (simplay)
Ligamen adalah suatu susunan serabut yang terdiri dari
jaringan ikat keadaannya kenyal dan fleksibel. Ligament mempertemukan kedua
ujung tulang dan mempertahankan stabilitas. Contoh ligamen medial, lateral,
collateral dari lutut yang mempertahankan diolateral dari sendi lutut serta
ligament cruciate anterior dan posterior di dalam kapsul lutut yang
mempertahankan posisi anteriorposterior yang stabil. Ligament pada daerah
tertentu melengket pada jaringna lunak untuk mempertahankan struktur. Contoh
ligament ovarium yang melalui ujung tuba ke peritoneum.
D. Tendon
Tendon adalah ikatan jaringan fibrous yang padat yang
merupakan ujung dari otot yang menempel pada tulang. Tendon merupakan ujung
dari otot dan menempel kepada tulang. Tendon merupakan ekstensi dari serabut
fibrous yang bersambungan dengan aperiosteum. Selaput tendon berbentuk selubung
dari jaringan ikat yang menyelubungi tendon tertentu terutama pada pergelangan
tangan dan tumit. Selubung ini bersambungn dengan membrane sinovial yang
menjamin pelumasan sehinggga mudah bergerak.
E. Fascia
Fascia
adalah suatu permukan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung di
bawah kulit, sebagai fascia superficial atau sebagai pembungkus tebal, jaringan
penyambung fibrous yang membungkus otot, saraf dan pembuluh darah. Yang
demikian disebut fascia dalam.
F. Bursae
Bursae adalah kantong kecil dari jaringna ikat di
suatu tempat dimana digunakan di atas bagian yang bergerak. Misalnya antara
tulang dan kulit, tulang dan tendon, otot-otot. Bursae dibatasi membrane
sinovial dan mengandung caiaran sinovial. Bursae merupakan bantalan diantara
bagian-bagian yang bergerak seperti olekranon bursae terletak antara prosesus
olekranon dan kulit.
G.
Persendian
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang.
Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai
cara misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia
atau otot.
Dalam membentuk rangka tubuh, tulang yang satu berhubungan dengan tulang yang lain melalui jaringan penyambung yang disebut persendian. Pada persendian terdapat cairan pelumas (cairan sinofial). Otot yang melekat pada tulang oleh jaringan ikat disebut tendon. Sedangkan, jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang disebut ligamen.
Secara structural sendi dibagi menjadi: sendi fibrosa, kartilaginosa, sinovial. Dan berdasarkan fungsionalnya sendi dibagi menjadi: sendi sinartrosis, amfiartrosis, diarthroses.
Dalam membentuk rangka tubuh, tulang yang satu berhubungan dengan tulang yang lain melalui jaringan penyambung yang disebut persendian. Pada persendian terdapat cairan pelumas (cairan sinofial). Otot yang melekat pada tulang oleh jaringan ikat disebut tendon. Sedangkan, jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang disebut ligamen.
Secara structural sendi dibagi menjadi: sendi fibrosa, kartilaginosa, sinovial. Dan berdasarkan fungsionalnya sendi dibagi menjadi: sendi sinartrosis, amfiartrosis, diarthroses.
Secara structural dan fungsional
klasifikasi sendi dibedakan atas:
1. Sendi Fibrosa/ sinartrosis
Sendi yang tidak dapat bergerak atau merekat ikat,
maka tidak mungkin gerakan antara tulang-tulangnya. Sendi fibrosa tidak
mempunyai lapisan tulang rawan dan tulang yang satu dengan lainnya dihubungkan
oleh jaringan penyambung fibrosa.
contohnya sutura pada tulang tengkorak, sendi kaitan dan sendi kantong
(gigi), dan sindesmosis (permukaan sendi dihubungkan oleh membran).
2. Sendi Kartilaginosa/ amfiartrosis
Sendi dengan gerakan sedikit, dan permukaan
persendian- persendiannya dipisahkan oleh bahan antara dan hanya mungkin
sedikit gerakan. Sendi tersebut ujung-ujung tulangnya dibungkus tulang rawan
hyalin, disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak.
Ada dua tipe
kartilago :
a. Sinkondrosis
Sendi yang seluruh persendianyan diliputi oleh tulang
rawan hialin
b. Simfisis
Sendi yang tulangnya memiliki hubungan fibrokartilago
dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi.
Contohnya :simfisis pubis (bantalan tulang rawan yang
mempersatukan kedua tulang pubis), sendi antara manubrium dan badan sternum,
dan sendi temporer / sendi tulang rawan primer yang dijumpai antara diafisis
dan epifisis.
3. Sendi Sinovial/ diarthroses
Sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi ini memiliki
rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup
fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung
berpembuluh darah banyak dan sinovium yang membentuk suatu kantong yang
melapisi suatu sendi dan membungkus tendon-tendo yang melintasi sendi. Sinovium
menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Caiaran
sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak berwarana. Jumlah yang
ditemukan pada tiap-tiap sendi relative kecil 1-3 ml. Cairan sinovial bertindak
pula juga sebagi sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
Tulang rawan memegang peranana penting, dalam membagi
organ tubuh. Tulang rawan sendi terdi dari substansi dasar yang terdiri dari
kolagen tipe II dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel tulang rawan.
Proteoglikan yang ditemukan pada tulang rawan sendi sangat hidrofilik, sehingga
memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima
beban berat. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat
terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah.
Persendian yang bergerak bebas dan banyak ragamnya.
Berbagai jenis sendi sinovial yaitu sendi datar / sendi geser, sendi putar, sendi
engsel, sendi kondiloid, sendi berporos, dan sendi pelana / sendi timbal
balik.Gerak pada sendi ada 3 kelompok utama yaitu gerakan meluncur, gerkan
bersudut / anguler, dan gerakan rotasi.
Adapun pergerakan yang dapat dilakukan oleh
sendi-sendi adalah fleksi, ekstensi, adduksi, abduksi, rotasi, sirkumduksi dan
Pergerakan khusus seperti supinasi, pronasi, inversion, eversio, protaksio.
Sendi diartrosis terdiri dari:
1. Sendi peluru
Sendi peluru adalah persendian yang memungkinkan
gerakan yang lebih bebas. Sendi ini terjadi apabila ujung tulang yang satu
berbentuk bonggol, seperti peluru masuk ke ujung tulang lain yang berbentuk
cekungan. Contoh sendi peluru adalah hubungan tulang panggul dengan tulang
paha, dan tulang belikat dengan tulang atas.
2. Sendi engsel
Memungkinkan
gerakan melipat hanya satu arah,
Persendian yang menyebabkan gerakan satu arah karena berporos satu disebut
sendi engsel. Contoh sendi engsel ialah hubungan tulang pada siku, lutut, dan
jari-jari.
3. Sendi pelana
Sendi pelana adalah persendian yang
membentuk sendi, seperti pelana, dan berporos dua. Contohnya, terdapat pada ibu
jari dan pergelangan tangan
Memungkinkan gerakan 2 bidang yang saling tegak lurus. misal persendian dasar ibu jari yang merupakan sendi pelana 2 sumbu.
Memungkinkan gerakan 2 bidang yang saling tegak lurus. misal persendian dasar ibu jari yang merupakan sendi pelana 2 sumbu.
4. Sendi pivot
Memungkinkan
rotasi untuk melakukan aktivitas untuk memutar
pegangan pintu, misal persendian antara radius dan ulna.
5. Sendi peluncur
Memungkinkan
gerakan terbatas kesemua arah. Contoh adalah sendi-sendi tulang karpalia di
pergelangan tangan
H.
Jaringan Penyambung
Jaringan yang ditemukan pada
sendi dan daerah-daerah yang berdekatan
terutama adalah jaringan penyambung,
yang tersususn dari sel-sel dan subtansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan
pada jaringan penyambung sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada
jaringan penyambung, seperti sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, leukosit
polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada reaksi-reaksi
imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit reumatik. Jenis
sel yang kedua dalam sel penyambung ini adalah sel yang tetap berada dalam
jaringan seperti fibroblast, kondrosit, osteoblas. Sel-sel ini mensintesis
berbagai macam serat dan proteoglikan dari substansi dasar dan membuat tiap
jenis jaringan pemyambung memiliki susunan sel yang tersendiri.
Serat-serat yang didapatkan didalam substansi dasar
adalah kolagen dan elastin. Serat-serat elastin memiliki sifat elastis yang
penting. Serat ini didapat dalam ligament, dinding pembuluh darah besar dan
kulit. Elastin dipecah oleh enzim yang disebut elastase.
I.
Otot
Otot yang melekat pada tulang memungkinkan tubuh
bergerak. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun
produksi panas untuk mempertahankan temperature tubuh. Jaringan otot terdiri
atas semua jaringan kontraktil. Menurut fungsi kontraksi dan hasil gerakan dari
seluruh bagian tubuh otot dikelompokkan dalam :
·
Otot rangka
(striadted / otot lurik).
Terdapat pada system skelet, memberikan pengontrolan
pergerakan, mempertahankan postur tubuh dan menghasilkan panas.
·
Otot polos
(otot visceral).
Terdapat pada saluran pencernaan, perkemihan, pembuluh
darah. Otot ini mendapat rangsang dari saraf otonom yang berkontraksi di luar kesadaran
·
Otot
jantung.
Hanya terdapat pada jantung dan
berkontraksi di luar pengendalian.
Otot rangka dinamai menurut bentuknya seperti deltoid,
menurut jurusan serabutnya seperti rektus abdominis, menurut kedudukan ototnya
seperti pektoralis mayor, menurut fungsinya seperti fleksor dan ekstensor. Otot
rangka ada yang berukuran panjang, lebar, rata, membentuk gumpalan masas. Otot
rangka berkontraksi bila ada rangsang. Energi kontaraksi otot diperoleh melalui
pemecahan ATP dan kegiatan calsium.
Otot dikaitkan
di dua tempat tertentu yaitu :
1.
Origo
Tempat yang
kuat dianggap sebagai tempat dimana otot timbul
2.
Isersio
Lebih dapat bergerak dimana tempat
kearah mana otot berjalan.
Kontraksi otot rangka dapat terjadi hanya jika
dirangsang. Energi kontraksi otot dipenuhi dari pemecahan ATP dan kegiatan
kalsium. Serat-serat dengan oksigenasi secara adekuat dapat berkontraksi lebih
kuat, bila dibandingkan dengan oksigenasi tidak adekuat. Pergerakan akibat
tarikan otot pada tulang yang berperan sebagai pengungkit dan sendi berperan
sebagai tumpuan atau penopang.
Masalah yang berhubungan dengan system ini mengenai
semua kelompok usia, masalah pada system musculoskeletal tidak mengancam jiwa
tetapi berdampak pada kativitas dan produktivitas penderita.
2.
Gangguan Muskuluskeletal
a.
Fraktur
Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya
gangguan integritas dari
tulang, termasuk cedera
pada sumsum tulang,
periosteum, dan jaringan
yang ada disekitarnya. (Moran,dkk, 2008)
Fraktur ekstrimitas adalah
fraktur yang terjadi
pada tulang yang
membentuk lokasi ekstrimitas atas
(radius, ulna, carpal)
dan ekstrimitas bawah
(pelvis, femur, tibia, fibula, metatarsal, dan lain - lain).
Secara
garis besar fraktur dapat dibagi kedalam 3 jenis yaitu sebagai berikut:
a)
Fraktur
Tertutup / Close fraktur
Fraktur tertutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka
pada bagian luar permukaan kulit tidak lah rusak/masih utuh, sehingga bagian
tulang yang patah tidak berhubungang dengan bagian luar.
b)
Fraktur
Terbuka / Open Fraktur
Fraktur terbuka adalah suatu kondisi patah tulang yang disertai dengan
luka pada daerah tulang yang patah, atau adanya kerusakan pada permukaan kulit
sekitar, sehingga bagian tulang yang patah berhubungan dengan udara luar,
biasanya juga ikut terjadinya pendarahan yang banyak, tulang yang patah juga
ikut terlihat menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur
terbuka membuat tulang terihat menonjol keluar.Pada fraktur jenis ini
memerlukan pertolongan lebih cepat karena adanya resiko terjadinya infeksi dan
faktor penyulit lainnya.
c)
Fraktur
Kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi dua keadaan contohnya pada bagian exstermitas
terjadi patah tulang dan pada sendinya juga terjadi dislokasi.
Untuk mendiagnosis fraktur,
pertama tama dapat
dilakukan anamnesis baik
dari pasien maupun pengantar
pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera
atau fraktur sebelumnya.
Pasien dengan fraktur tibia
mungkin akan mengeluh rasa
sakit, bengkak dan ketidakmampuan untuk
berjalan atau bergerak, sedangkan pada
fraktur fibula pasien
kemungkinan mengeluhkan hal
yang sama kecuali pasien mungkin masih mampu bergerak.
(Norvell)
Selain anamnesis, pemeriksaan
fisik juga tidak
kalah pentingnya. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat
dikelompokkan menjadi tiga
yaitu look, feel,
move. Look atau inspeksi di
mana kita memperhatikan
penampakan dari cedera,
apakah ada fraktur terbuka (tulang
terlihat kontak dengan
udara luar). Apakah
terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh,
hematoma, pembengkakan dan
lain - lain. Hal kedua
yang harus diperhatikan adalah feel atau palpasi.
Kita harus mempalpasi
seluruh ekstremitis dari proksimal hingga
distal termasuk sendi
di proksimal maupun
distal dari cedera
untuk menilai area rasa
sakit, efusi, maupun
krepitasi. Seringkali akan ditemukan
cedera lain yang terjadi bersamaan
dengan cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai adalah move, penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion). Seringkali pemeriksaan
ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi
hal ini harus tetap didokumentasikan.
Pemeriksaan ekstrimitas juga
harus melingkupi vaskularitas
dari ekstrimitas termasuk warna, suhu,
perfusi, perabaan denyut
nadi, capillary return (normalnya <
3 detik) dan pulse
oximetry.
b.
Dislokasi
Pergeseran sendi dapat berupa subluksasi
atau dislokasi. Subluksasi sendi adalah
kondisi di mana
masih terdapat kontak
antara permukaan tulang - tulang penyusun sendi.
Ketika kontak tersebut
sudah tidak ada,
sendi tersebut dikatakan mengalami dislokasi. Sama seperti patah
tulang, subluksasi dan dislokasi sendi
juga terjadi karena ketidakseimbangan antara
gaya yang didapat
oleh sendi dengan
gaya yang dapat ditahan oleh sendi.2
Subluksasi dan dislokasi sendi dapat diketahui dari tanda dan gejala yang
ada. Pada keterangan yang
diberikan korban, dapat
ditemukan riwayat trauma,
rasa nyeri
dan gangguan pergerakan sendi. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan bengkak,
perubahan bentuk,
gangguan pergerakan, serta
nyeri tekan pada
sendi yang cedera.
Tanda dan
gejala pergeseran sendi
memang mirip dengan patah tulang, yang
membedakannya adalah lokasi
dan jenis trauma. Lokasi
ditemukannya tanda - tanda
tersebut memang
bisa mirip antara
pergeseran sendi atau patah
tulang di dekat
persendian. Mengenai
riwayat trauma, pergeseran
sendi biasanya didahului
oleh pergerakan sendi, sementara patah tulang biasanya didahului
oleh gaya dari
luar seperti pukulan benda keras atau terjatuh.3
Pertolongan Pertama pada Patah tulang dan Cedera Sendi4
Selama korban masih
di tempat kejadian
cedera, ada pertolongan pertama yang dapat
dilakukan oleh masyarakat awam. Tatalaksana tersebut
adalah pemasangan bidai sederhana. Pemasangan bidai
dilakukan setelah dipastikan tidak ada
gangguan pada pernapasan
dan sirkulasi korban
dan luka sudah ditangani. Bidai
bertujuan untuk
mencegah pergerakan (imobilisasi)
pada tulang dan sendi
yang
mengalami
cedera.Imobilisasi ini menghindari pergerakan yang tidak perlu, sehingga
mencegah perburukan patah tulang dan cedera sendi serta menghindari rasa nyeri.
Pemasangan bidai juga
akan memberikan gaya
tarik dengan perlahan namun konsisten sehingga
membantu mereposisi bagian
yang cedera mendekati posisi normalnya. Bidai sederhana
dapat dibuat dari
bahan apapun yang
kaku, seperti kayu, penggaris, atau tongkat.
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam
pemasangan bidai, yaitu:
a.
Bidai
harus cukup panjang. Pada kasus patah tulang: Melewati sendi yang ada di
pangkal dan ujung
tulang yang patah. Pada kasus
cedera sendi: Mencapai dua tulang yang mengapit sendi yang
cedera.
b.
Bidai harus
cukup kuat untuk
menghindari gerakan pada
bagian yang patah tulang atau
sendi yang cedera, namun tidak mengganggu sirkulasi.
c.
Bila tidak
ada alat yang kaku untuk dijadikan bidai, bagian tubuh yang cedera bisa diikatkan
dengan bagian tubuh
yang sehat, misalnya
dengan membalut lengan ke tubuh,
atau membalut kaki ke kaki yang sehat.
d.
Jangan meluruskan
(reposisi) tangan atau
kaki yang mengalami deformitas, pasang bidai apa adanya.
Jenis –
jenis bidai
a.
Bidai rigid, bidai
jenis ini dapat terbuat dari kayu, logam, plastik yang keras dll. Pada bidai
rigid harus diberi padding sebelum dipasang agar terasa nyaman saat dipasang
pada pasien .
b.
Bidai lembut / lunak
seperti airspint, vakum splint, bantal dll. Idai jenis ini baik untuk tungkai
dan lengan bawah. Celana anti syok ( PASG – pneumatic antisyok garmen / MAST –
military anti syok trousers ) adalah bidai udara yang sangat baik. Bidai udara
ini memiliki keuntungan karena efek kompresinya sehingga perdarahan dapat
dikurangi, namun kerugiannya tekanan ini dapat meningkat bila temperature naik
atau di tempat ketinggian. Bidai ini jangan di pakai pada fraktur yang
mengalami angulasi karena dapat mengakibatkan tekanan yang akan meluruskan
fraktur secara otomatis. Kerugian lain dari bidai jenis ini adalah bahwa denyut
nadi pada ekstremitas tidak dapat di monitor bila bidai terpasang, juga sering
kali bidai melekat pada kulit dan timbul nyeri bila dilepas. Bantal merupakan bidai yang baik cidera pada
kaki. Juga dapat digunakan kain pada dislokasi sendi bahu. Bidai dari kain
seperti mitella atau elastic / bandage sangat baik untuk cidera pada klavikula,
sendi bahu, lengan atas dan siku. Dengan menggunakan dinding dada sebagai
penyangga yang kuat dan membidai pada dinding lengan dada.
c.
Traksi Splint, dibuat
untuk fraktur ekstremitas inferior. Alat ini mengimobilisasi fraktur dengan
cara menarik ekstremitas pasien secara terus menerus. Tarikan yang terus
menerus ini juga menjaga agar otot paha yang kuat tidak mengalami spasme.
Traksi mencegah gerakan dari ujung tulang yang dapat merusak struktur
neurovaskuler.
Berikut
adalah langkah - langkah pemasangan bidai:
a.
Pastikan lokasi luka, patah tulang
atau cedera sendi
dengan memeriksa keseluruhan tubuh
korban (expose) dan membuka
segala jenis aksesoris
yang menghalangi (apabila tidak melukai korban lebih jauh)
b.
Perhatikan kondisi
tubuh korban, tangani
perdarahan jika perlu.
Bila terdapat tulang yang
mencuat, buatlah donat
dengan menggunakan kain
dan letakkan pada tulang untuk
mencegah pergerakan tulang.
c.
Memeriksa
PMS korban, apakah pada ujung tubuh korban yang cedera masih teraba nadi
(P, Pulsasi), masih
dapat digerakkan (M,
Motorik), dan masih dapat merasakan sentuhan (S, Sensorik) atau tidak.
d.
Tempatkan bidai
di minimal dua
sisi anggota badan
yang cedera (misal
sisi samping kanan, kiri, atau bagian bawah). Letakkan bidai sesuai
dengan lokasi cedera.
e.
Hindari
mengangkat tubuh pasien untuk memindahkan pengikat bidai melalui bawah bagian
tubuh tersebut. Pindahkan
pengikat bidai melalui
celah antara lekukan tubuh dan
lantai. Hindari membuat simpul dipermukaan patah tulang.
f.
Buatlah
simpul di daerah pangkal dan ujung area yang patah berada pada satu sisi yang sama. Lalu,
pastikan bidai dapat mencegah pergerakan sisi anggota badan
yang patah. Beri bantalan/ padding pada daerah
tonjolan tulang yang bersentuhan dengan papan bidai dengan
menggunakan kain.
g.
Memeriksa kembali PMS
korban, apakah pada
ujung tubuh korban
yang cedera masih teraba
nadi (P, Pulsasi),
masih dapat digerakkan
(M, Motorik), dan masih
dapat merasakan sentuhan
(S, Sensorik) atau
tidak. Bandingkan dengan keadaan
saat sebelum pemasangan
bidai. Apabila terjadi perubahan kondisi yang
memburuk (seperti: nadi
tidak teraba dan
/ atau tidak
dapat merasakan sentuhan dan
/ atau tidak
dapat digerakkan) maka
pemasangan bidaiperlu dilonggarkan.
h.
Tanyakan kepada
korban apakah bidai dipasang terlalu ketat
atau tidak.Longgarkan balutan bidai
jika kulit disekitarnya menjadi:
i)
Pucat atau
kebiruan
ii)
Sakit bertambah
iii)
Kulit di
ujung tubuh yang cedera menjadi dingin
iv)
Ada
kesemutan atau mati rasa
PENATALAKSANAAN CEDERA SPESIFIK
1.
Cidera tulang belakang
a. Cidera
pelvis, seringkalo terjadi bersamaan dengan cidera ekstremitas. Cidera pada
pelvis biasanya diakibatkan oleh kecelakaan sepeda motor atau trauma yang berat
seperti jatuh dari ketinngian. Diagnose cidera pelvis dapat dibuat melalui
pemeriksaan klinis dengan menekan krista iliaka, panggul dan pubis. Selalu
terdapat kemungkinan adanya perdarahan serius pada fraktur pelvis, oleh karena
itu selalu waspada akan terjadinya syok dan tangani pasien dengan segera dan
konsultasikan ke dokter . pasien dengan cidera pelvis sebaiknya dilakukan
imobilisasi dengan longspine board demikian juga bila hendak dirujuk haru
terpasang longspine board.
b. Fraktur
femur, biasanya terjadi pada daerah shaft, walaupun dapat juga terjadi fraktur
daerah dekat panggul. Fraktur dapat terbuka ataupun fraktur tertutup. Di daerah
femur terdapat banyak otot dan pembuluh darah, sehinnga bila terjadi fraktur
femur maka perdarahannya bisa sangat banyak/ mencapai 500cc pada satu femur.
Bila terjadi fraktur femur bilateral dapat mengakibatkan kehilangan setengah
dari volume darah yang beredar dalam tubuh. Dan ini cukup untuk menyebabkan syok
yaitu hemorragik syok. Bidai udara seperti PASG sangat bermanfaat untuk
mengurangi perdarahan pada fraktur femur.
c. Fraktur
panggul, umumnya terjadi pada leher ( collum ) femur dimana terdapat ligament
ligamen yang kuat yang adakalanya membuat pasien dengan fraktur di daerah ini
masih dapat menyangga berat badan. Ligament ini sangat kuat dan hanya ada
sedikit gerakan ujung – ujung tulang pada sebagian besar patah tulang di daerah
ini. Pada umumnya jaringan tubuh orang tua lebih lemah dan lebih sedikit gaya yang
dibutuhkan untuk menimbulkan kerusakan. Nyeri lutut pada anak – anak dan orang
tua mungkin diakibatkan kerusakan pada daerah panggul. Dislokasi panggul
umumnya disebabkan benturan lutut pada dashboard yang mengakibatkan sendi
panggul terdorong kebelakang dan mengalami dislokasi. Dislokasi panggul adalah
keadaan gawat darurat ortopedi dan harus segera direposisi untuk mencegah
terjadinya cidera dari nervus ischiadikus atau nekrosisi dari caput femur
karena terputusnya suplai darah. Panggul yang mengalami dislokasi umumnya dalam
posisi fleksi dan korbannya tidak dapat diluruskan kakinya. Tungkai biasanya
dalam posisi rotasi kedalam ( rotasi internal ). Dislokasi panggul sebaikna
diimobilisasi dalam posisi yang paling nyaman menurut pasien dengan menggunakan
bantal dan di bidai menjadi satu dengan tungkai yang sehat.
d. Cidera
lutut, fraktur atau dislokasi di daerah lutut cukup serius mengingat arteri
yang berjalan diatas dan dibawah lutut. Dan seringkali mengalami laserasi atau
cidera bila sendi lutut dalam posisi abnormal.
Sekitar 50 % dislokasi sendi lutut disertai dengan cidera pada pembuluh
darah dan banyak cidera lutut yang berakhir dengan amputasi. Repoisisi segera
dislokasi lutut sangat penting. Jika didapatkan hilangnya pulsasi / sensasi,
perawat harus melakukan traksi dengan tangan atau bidai traksi. Pemberian beban
tarikan maksimal 5 kg gaya dan arah traksi ini harus satu baris dengan aksis
panjang tungkai. Jika terdapat tahanan pada waktu dicoba untuk diluruskan,
jangan dipaksa, langsung pasang bidai dalam posisi yang nyaman menurut pasien
dan segera dirujuk kerumah sakit dan konsultasikan ke ahli orthopaedi.
e. Cidera
tibia / fibula, bila terjadi fraktur pada tungkai bawah seringkali merupakan
fraktur terbuka karena tipisnya kulit didaerah itu sering ditemukan perdarahan
internal / eksternal. Perdarahan internal dapat mengganggu sirkulasi ke kaki
jika terjadi syndeoma kompartemen. Psien dengan fraktur tibia biasanya tidak
bisa berjalan. Fraktur pada tibia / fibula distal dapat dibida dengan bidai kaku
/ rigid, bidai udara atau dengan bantal. Bidai pneumatic dapat mengimobilisasi
fraktur tibia proksima. Menutup luka dan memberikan pedding pada tulang yang
menonjol harus dilakukan sebelum pemasangan bidai.
f. Cidera
klavikula, ini merupakan tulang yang sering mengalami fraktur namun jarang
mengakibatkan masalah. Pada fraktur kalvikula dapat diimobilisasi dengan kain
mitella atau pasang ransel perban dengan elastic bandage. Cidera pada vena dan
arteri subklavia atau syaraf walaupun jarang pula dapat terjadi. Dada dan
tulang iga harus dievaluasi dengan seksama pada setiap daerah cidera bahu.
g. Cidera
bahu, umumnya tidak mengancam nyawa namun demikian dapat disertai dengan cidera
yang serius pada dada atau leher. Cidera bahu dapat berupa dislokasi atau
seaparasi sendi dan dapat tampak dengan adanya defect pada bagian atas bahu.
Kadang juga dapat terjadi fraktur humerus proksimal. Nervus radialis berjalan
di dekat tulang humerus dan dapat mengalami cidera jika terjadi fraktur
humerus. Cidera pada nervus radialis mengakibatkan pasien tidak dapat
mengekstensikan tangannya ( drop hand) dislokasi bahu sangat nyeri dan
seringkali dibutuhkan bantal untuk meletakkan diantara badan dan lengan agar
pasien lebih nyaman. Bahu dalam posisi abnormal jangan dipaksa untuk dikembalikan
ke posisi normal.
h. Cidera
siku, seringkali sulit untuk menentukan apakah terjadi fraktur atau dislokasi,
keduanya merupakan hal yang serius karena bahaya kerusakan pembuluh darah dan
syaraf yang berada didaerah tersebut. Cidera siku harus selalu dibidai dengan
posisi paling nyaman menurut pasien serta fungsi bagiann distal lengan harus
dievaluasi dengan cermat. Jangan mencoba untuk meluruskan siku atau menarik
siku yang cidera karena struktur yang rumit dan halus.
i.
Cidera lengan dan
pergelangan tangan, merupakan kasus fraktur yang paling sering terjadi,
biasanya akibat jatuh dengan tangan sebagai tumpuannya. Fraktur pada daerah ini
dapat diimobilisasi dengan baik dengan menggunakan bidai rigid atau bidai udara. Jika bidai
rigid yang digunakan, gulungan kassa pada tangan akan mengimobilisasi lengan
pada posisi yang optimal. Lengan bawah juga dapat mengalami perdarahan internal
yang dapat menyebabkan syndrome kompartemen dan akan menggaggu suplai darah ke
jari- jari dan tangan.
j.
Cidera tangan dan kaki,
banyak kecelakaan kerja yang mengenai tangan dan kaki merupakan patah tulang
terbuka dan avulsi. Cidera ini mungkin tampak mengerikan namun jarang mengancam
nyawa. Bantal dapat digunakan untuk membidai cidera ini. Cara ini adalah dengan
membungkus seluruh tangan dengan gulungan kassa, sehingga tangan seperti bola
yang dibungkus oleh kassa yang sangat besar.dengan mengelevasi tangan atau kaki
yang cidera diatas level jantung akan mengurangi perdarahan.
c.
Sprain
dan Strain
Sprain adalah robekan atau peregangan dari suatu otot, ligamen dan sendi,
sedang strain adalah suatu kondisi nyeri pada otot yang disebabkan karena
adanya tarikan yang berlebihan dari otot tersebut.
Klasifikasi
sprain (Marilynn, 2011):
1)
Sprain derajat I
(kerusakan minimal)
Nyeri tanpa pembengkakan,
tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan pasif, menimbulkan nyeri,
prognosis baik tanpa adanya kemungkinan instabilitas atau gangguan fungsi.
2)
Sprain derajat II
(kerusakan sedang)
Pembengkakan sedang dan
memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan yang lebih menyebar dibandingkan
derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri dan tertahan, sendi mungkin tidak
stabil, dan mungkin menimbulkan gangguan fungsi.
3)
Sprain derajat III
(kerusakan kompit pada ligamen)
Pembengkakan hebat dan
memar, instabilitas stuktural dengan peningkatan kirasan gerak yang abnormal
(akibat putusnya ligamen), nyeri pada kisaran pergerakan pasif mungkin kurang
dibandingkan derajat yang lebihh rendah (serabut saraf sudah benar-benar
rusak). Hilangnya fungsi yang signifikan mungkin membutuhkan pembedahan untuk
mengembalikan fungsinya.
Penanganan
sprain dan strain
Menurut
Sudijandoko (2000: 31) cedera tersebut ditandai dengan adanya rasa sakit,
pembengkakan, kram, memar,
kekakuan dan adanya
pembatasan gerak sendi serta
berkurangnya kekuatan pada
daerah yang mengalami
cedera tersebut.
Sebelum kerumah
sakit, pertolongan pertama
yang dapat dilakukan
adalah evaluasi awal
tentang keadaan umum penderita,
untuk menentukan apakah
ada keadaan yang
mengancam kelangsungan
hidupnya. Setelah diketahui
tidak ada hal
membahayakan jiwanya maka dilanjutkan upaya RICE, yaitu:
1)
REST, yaitu mengistirahatkan anggota
tubuh yang terkena cedera agar tidak menambah luas cedera tersebut.
2)
ICE,
yaitu memberi kompres
dingin pada bagian
tubuh yang terkena
cedera dengan tujuan untuk
mengurangi rasa sakit
dan dingin akan
membantu menghentikan pendarahan.
3)
COMPRESSION, yaitu
memberikan balutan tekan
pada anggota tubuh
yang cedera dengan tujuan untuk
mengurangi pembengkakan.
4)
ELEVATION, yaitu
meninggikan anggota tubuh
yang cedera untuk
mengurangi pembengkakan.
Ketika
mengalami cedera baru dihindari HARM, yaitu
1)
H : HEAT, pemberian panas pada
bagian cedera justru akan meningkatkan pendarahan.
2)
A : ALCOHOL, akan meningkatkan
pembengkakan.
3)
R : RUNNING, terlalu dini akan
memperburuk cedera.
4)
M : MASSAGE, tidak boleh diberikan
pada masa akut karena akan merusak jaringan.
Pertolongan
pertama adalah sebuah pemberian perawatan yang di perlukan untuk sementara
waktu. Seperti pertolongan pada:
i)
Pendarahan
Pendarahan
terjadi karena pecahnya pembuluh darah sebagai akibat dari trauma pukulan, tendangan atau terjatuh
(Wibowo, 1995:39)
Cara
menghentikan pendarahan, yaitu dengan mempergunakan bahan lembut apa saja yang
dimiliki saat itu seperti sapu tangan atau kain yang bersih. Lalu tekankan pada
bagian tubuh yang mengalami pendarahan dengan kuat. Kemudian ikatlah sapu
tangan baju atau apa
pun agar sapu
tangan yang digunakan
tetap menekan luka
sumber pendarahan.
Letakkan
bagian pendarahan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya kecuali kalau keadaannya
tidak memungkinkan.
ii)
Keseleo atau terkilir
Menurut
Junaidi (2011: 109) keseleo merupakan kecelakaan yang paling sering terjadi,
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berolahraga. Keseleo disebabkan adanya
hentakan yang keras
terhadap sebuah sendi tetapi
dengan arah yang salah
atau berlawanan dengan
alur otot. Akibatnya,
jaringan pengikat antar tulang
(ligament) robek. Robekan
ini diikuti oleh
pendarahan dibawah kulit, menggumpal di
bawah kulit dan
menyebabkan terjadinya pembengkakan,
rasa nyeri, serta sendi
sulit digerakan. Bagian
tubuh yang sering
mengalami keseleo pada
saat berolahraga antara lain:
(1)
Pergelangan kaki
Menurut Junaidi
(2011: 109) keseleo
atau terkilir paling
banyak terjadi pada pergelangan
kaki biasanya terkilir
kearah mendalam. Akibat
yang sering terjadi adalah
ligament antara tulang
betis dan tulang
kering. Tindakan pertolongan
sebagai berikut:
(a)
Apabila tidak
ada patah tulang,
tindakan pertama ditempat
kecelakaan dilakukan dengan mengendorkan tali sepatu korban dan balutlah
pergelangan kaki dengan pembalut
(b)
Untuk 24
jam pertama merendam
atau mengompres kaki
yang cedera didalam air dingin
atau es selam 30 menit beberapa kali sehari. Setelah itu untuk jam
ke-25 atau hari berikutnya,
merendam kaki dengan
air panas beberapa kali sehari.
(c)
Tekanlah bagian kaki dengan lembut
atau dibalut dengan menggunakan spon untuk mencegah kebengkakan dan menahan
pendarahan.
(d)
Setelah direndam air es, pergelangan
kaki tersebut dibalut dengan pembalut yang menekan. Pembalut tekan ini
dikenakan mengelilingi pergelangan kaki.Untuk
menambah tekanan, diantara
pembalut dan tempat
pembengkakan diselipkan
bantalan spon. Dalam
24 jam pertama
penderita tidak boleh menggunakan kakinya yang cedera untuk
menahan berat badan. Korban harus istirahat
dangan kaki yang cedera
diletakkan lebih tinggi
dari bagian tubuh setelah
36-48 jam. Untuk
mengurangi rasa sakit
atau pembengkakan dapat diberikan obat gosok, balsam atau sinar
infra merah
(e)
Akan
tetapi obat tersebut
tidak boleh digunakan
langsung ditempat yang cedera malainkan ditempat yang lebih
atas lagi
(f)
Pemijatan tidak
boleh dilakukan ditempat
yang cedera karena
dapat menambah pendarahan/ pembengkakan
(2)
Pergelangan tangan
Menurur Junaidi
(2011: 111) pergelangan
tangan dapat terkilir karena mengangkat
beban berat secara
mendadak atau melakukan
suatu yang belum biasa. Tindakan
pertolongan bila terjadi cedera yaitu:
(a)
Jika
tidak ada patah tulang
maka tindakan pertama
ialah sama dengan tindakan tindakan dalam mengatasi keseleo
pergelangan kaki.
(b)
Merendam tangan
ke dalam air
dingin atau es
selam 30 menit
kemudian berikan balutan yang menekan
(c)
Istirahatkan tangan yang sakit
dengan jalan menggantungkan ke pundak
(3)
Jari tangan
Menurut Junaidi (2011: 112) tindakan
pertolongan bila jari tangan mengalami cedera, yaitu tindakan pertolongan
seperti tindakan pada keselo pada pergelangan kaki.
(4)
Sendi siku
Menurut Junaidi (2011:
113) apabila sebuah
pukulan keras mengenai siku
ketika lengan rentang
lurus, ada kemungkinan
siku akan terkilir. Untuk mengetahui
yaitu dengan cara
bagian siku ditekuk
90 derajat dan
korban diminta mengerak-gerakan jari-jari serta pergelangan tangannya.
Apabila ia merasa nyeri di tepi
luar dan dalam
sendi siku, maka
siku mengalami terkilir.
Tindakan pertolongan yang harus dilakukan yaitu:
(a)
Kompres dengan air dingin atau es
selam 30 menit kemudian dibalut dengan siku tertekuk 90 derajat dan
digantungkan keleher
(b)
Pemijitan boleh
dilakukan setelah pembekakan
mereda. Sesudah sembuh, untuk sementara waktu tidak
diperkenankan melakukan olahraga berat
(5)
Sendi lutut
Menurut
Junaidi (2011: 113)
Karena susnanya uang
kompleks, cedera pada sendi
lutut dapat menimbulkan
berbagi masalah komplikasi,
seperti terkilir, tulang rawan
terpeleset atau pecah
tempurung lututnya. Apabila
sudah terjadi pembengkakan, diagnose
yang pasti hanya
dapat dilakukan dengan pemeriksaan rongen (sinar X). Untuk
tindakan pertolongan bila tidak ada tandatanda retak, diperlukan seperti
terkilir pada umumnya. Tindakan pertolongan yaitu:
Kompres es
selama 30 menit, lalu berikan
balutan yang menekan (kalau perlu di lapisi dengan
spons diatas dan di kiri
dan kanan tempurung
lutut)kemudian diistirahatkan.
(6)
Kejang otot (kram)
Menurut Iskandar Junaidi (2011: 127)
kram atau kejang otot dapat terjadikarena
keletihan, dapat pula
karena dingin atau
karena panas. Tindakan pertolongan yaitu
(a)
Kejang otot karena letih dapat
diatasi dengan meregangkan otot tersebut. Bila kram terjadi
di betis berdirilah dengan
bertumpukan dengan jari-jari
kaki (berjinjit) dan kemudian sentakan tumit kebawah.
(b)
Dapat juga
menolong dengan melemaskan
tungkai yang mengalami
kejang dan memijat otot yang kejang itu kearah jantung
(c)
Kejang otot
pada saat berenang
dapat diatasi dengan
jalan menarik lutut
kedada sambil dada berusaha mengapung dan memijit otot yang kejang.
Berdasarkan uraian
tersebut dapat disimpulkan
bahwa kejang dapat disebabkan karena
keletihan, kepanasan atau
kedinginan. Pertolongan pertama dapat dilakukan dengan
meregangkan otot, melemaskan
dan memijat kearah jantung.
d.
Syndrom Kompartemen
Sindroma kompartemen
dapat ditemukan pada
tempat di mana
otot dibatasi oleh rongga
fasia yang tertutup.
Perlu diketahui bahwa
kulit juga berfungsi
sebagai lapisan penahan. Daerah yang sering terkena adalah tungkai
bawah, lengan bawah,kaki, tangan, region glutea, dan paha. Iskemia dapat
terjadi karena peningkatan isi kompartemen
akibat edema yang
timbul akibat revaskularisasi sekunder
dari ekstrimitas yang iskemi atau karena penyusutan isi kompartemen yang
disebabkan tekanan dari luar misalkan balutan yang menekan.
Adapun faktor resiko pada sindroma
kompartemen meliputi fraktur yang berat dan trauma pada jaringan lunak,
penggunaan bebat.
1)
Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen
meliputi 5 P, yaitu : Pain (nyeri) : nyeri pada jari tangan atau jari kaki pada
saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung.
2)
Pallor (pucat) : kulit terasa dingin jika di palpasi, warna
kulit biasanya pucat, abu-abu atau keputihan.
3)
Parestesia : biasanya memberikan gejala rasa panas dan gatal
pada daerah lesi.
4)
Paralisis : biasanya diawali dengan ketidakmampuan untuk
menggerakkan sendi, merupakan tanda yang lambat diketahui.
5)
Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi) : akibat
adanya gangguan perfusi arterial. Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah
satu tambahan dalam membantu menegakkan diagnosis. Biasanya pengukuran tekanan
kompartemen dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran yang dari
pemeriksaan fisik tidak memberi hasil yang memuaskan. Pengukuran tekanan
kompartemen dapat dilakukan dengan menggunakan teknik injeksi atau wick kateter.
Kelumpuhan atau
parese otot dan
hilangnya pulsasi (disebabkan
tekanan kompartemen melebihi tekanan
sistolik) merupakan tingkat
lanjut dari sindroma kompartemen. Diagnosis klinik
didasari oleh riwayat trauma dan pemeriksaan fisik. Tekanan intra
kompartemen melebihi 35 - 45
mmHg menyebabkan penurunan aliran kapiler dan
menimbulkankerusakan otot dan saraf karena anoksia.
Penanganan sindroma kompartemen
meliputi :
1. Terapi medikal / non bedah.
a) Menempatkan kaki setinggi jantung,
untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari
karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.
b) Pada kasus penurunan volume
kompartemen, gips harus dibuka dan pembalut kontriksi dilepas.Mengoreksi
hipoperfusi dengan cara kristaloid dan produk darah.
c) Pemberian mannitol, vasodilator atau
obat golongan penghambat simpatetik.
3.
Survei Primer dan Sekunder
a. Survei Primer
i)
Airways
Bagaimana jalan nafas, bisa berbicara secara bebas?
Adakah sumabatan jalan
nafas? (darah, lendir,
makanan, sputum)
ii) Breathing
Bagaimana frekuensi pernafasan, teratur
atau tidak, kedalamannya?
Adakah sesak nafas, bagaimana bunyi nafas?
Apakah menggunakan otot tambahan?
Apakah ada reflek batuk?
iii) Circulation
Bagaimana nadi, frekuensi, teratur atau tidak, lemah atau kuat
Berapa tekanan darah?
Akral dingin atau
hangat, capillary refill
< 3 detik
atau > 3 detik, warna kulit, produksi urin?
iv) Disability
Menjelang akhir survey
primer maka dilakukan
evaluasi singkat terhadap keadaan
neurologis. yang dinilai
disini adalah tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, tanda - tanda lateralisasi dan tingkat
cedera spinal
v) Exposure
Pasien harus dibuka
keseluruhan pakaiannya, seiring
dengan caramenggunting, guna
memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, pentingbahwa pasien
diselimuti agar pasien tidak hipotermia.
b. Survei Sekunder
Bagian
dari survey sekunder
pada pasien cedera
muskuloskeletal adalah anamnesis
dan pemeriksaan fisik. tujuan
dari survey sekunder
adalah mencari cedera
cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga
tidak satupun terlewatkan dan tidak terobati.Apabila pasien sadar dan dapat
berbicara maka kita harus mengambi riwayat AMPLE daripasien, yaitu Allergies, Medication,
Past Medical History,
Last Ate dan
Event (kejadian atau mekanisme
kecelakaan). Mekanisme kecelakaan
penting untuk ditanyakan
untuk mengetahui dan memperkirakan
cedera apa yang
dimiliki oleh pasien,
terutama jika kita masih
curiga ada cedera
yang belum diketahui
saat primary survey,
Selain riwayat AMPLE, penting
juga untuk mencari
informasi mengenai penanganan
sebelum pasien sampai di rumah
sakit. Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk
dievaluasi adalah (1) kulit yang
melindungi pasien dari kehilangan cairan
dan infeksi, (2)
fungsi neuromuskular (3) status
sirkulasi, (4) integritas
ligamentum dan tulang.
Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai
warna dan perfusi,
luka, deformitas,
pembengkakan, dan memar.
Penilaian inspeksi dalam
tubuh perlu dilakukanuntuk menemukan
pendarahan eksternal aktif,
begitu pula dengan
bagian punggung.
Bagian
distal tubuh yang
pucat dan tanpa
pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi. Ekstremitas
yang bengkak pada
daerah yang berotot
menunjukkan adanyacrush injury
dengan ancaman sindroma
kompartemen. Pada pemerikasaan Feel, kita menggunakan
palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada
periksaan Move kita memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal.
Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara
meraba pulsasi bagian distal dari fraktur dan juga memeriksa
capillary refill
pada ujung jari
kemudian membandingkan sisi
yang sakit dengan sisi
yang sehat. Jika
hipotensi mempersulit pemeriksaan
pulsasi, dapat digunakan alat Doppler yang
dapat mendeteksi aliran
darah di ekstremitas.
Pada pasien dengan hemodinamik yang
normal, perbedaan besarnya denyut nadi,
dingin, pucat, parestesi
dan adanya gangguan motorik
menunjukkan trauma arteri.
Selain itu hematoma yang membesar atau pendarahan yang
memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya trauma arterial
Pemeriksaan
neurologi juga penting
untuk dilakukan mengingat cedera
muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia
sel syaraf. Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerjasama pasien. Setiap
syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan sensorisnya perlu diperiksa secara
sistematik.
i)
Kepala : bagaimana
bentuk kepala, rambut mudah
dicabut/tidak, kulit kepala bersih/tidak
ii) Mata
: konjungtiva anemis
+/, sclera icterik
+/-, besar pupil, refleks cahaya +/-
iii) Hidung
:bentuk simetris atau
tidak, discharge +/-,
pembauan baik atau tidak
iv) Telinga : simetris atau tidak, discharge +/-
v) Mulut : sianotik +/-, lembab/kering, gigi
caries +/-
vi) Leher : pembengkakan +/-, pergeseran trakea
+/-
vii) Dada
(1) Paru
Inspeksi : simetris atau tidak, jejas +/-, retraksi intercostal
Palpasi: fremitus kanan dan kiri sama atau tidak
Perkusi: sonor +/-, hipersonor +/-, pekak +/-
Auskultasi: vesikuler +/-, ronchi +/-, wheezing +/-, crekles +/-
(2) Jantung
Inspeksi: ictus cordis tampak atau tidak
Palpasi: dimana ictus cordis teraba
Perkusi: pekak +/-
Auskultasi: bagaimana BJ I dan II, gallops +/-, mur - mur +/-
viii)
Abdomen
Inspeksi: datar +/-, distensi abdomen +/-, ada jejas +/-
Auskultasi: bising usus +/-, berapa kali permenit
Palpasi: pembesaran hepar / lien
Perkusi: timpani +/-, pekak +/
ix) Genetalia:
Bersih atau ada tanda –tanda infeksi
x) Ekstremitas:
Adakah perubahan bentuk:
pembengkakan, deformitas, nyeri, pemendekan tulang, krepitasi.
4.
Asuhan Keperawatan Gangguan Muskuluskeletal
A. Pengkajian
1) Fraktur
a. Riwayat
Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala
fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain.
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu
dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala:Keterbatasan/kehilangan
fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur
atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
2. Sirkulasi:
Tanda:
1)Peningkatan
tekanan darah mungkin terjadi akibat respon terhadap nyeri/ansietas, sebaliknya
dapat terjadi penurunan tekanan darah bila terjadi perdarahan
2) Takikardia
3)
Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal area cedera, pengisian kapiler
lambat, pucat pada area fraktur.
4) Hematoma area fraktur.
3. Neurosensori:
Gejala: Hilang
gerakan/sensasi, Kesemutan (parestesia)
Tanda:
1) Deformitas lokal, angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi,spasme otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
2) Keterbatasan/kehilangan fungsi pada
bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat
sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
3)
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
4. Nyeri/Kenyamanan:Gejala:
Nyeri
hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur,
berkurang pada imobilisasi.
Spasme/kram
otot setelah imobilisasi.
5. Keamanan:
Tanda:
1) Laserasi
kulit, perdarahan
2) Pembengkakan
lokal (dapat meningkat bertahap atau tiba-tiba)
6. Penyuluhan/Pembelajaran:
1) Imobilisasi
2) Bantuan
aktivitas perawatan diri
3) Prosedur
terapi medis dan keperawatan
2)
Dislokasi
a. Data
subjektif
1) Riwayat
kondisi saat ini
a) Laporan
tentang penyebab terjadinya dislokasi
b) Gejala
sejak dislokasi: nyeri, ganguan neurovaskuler
c) Pengobatan
awal
(1) Teknik
immobilisasi
(2) Percobaan
untuk mereduksi
(3) Penggunaan
es dan elastik verban
(4) Pengobatan
yang digunakan
2) Riwayat
medis
a) Pembedahan
dan injury sebelumnya
b) Dislokasi
sebelumnya
b. Objektif
1) Pemeriksaan
fisik
a) Inspeksi
(1) Deformitas
yang tampak pada sendi yang terkena
(2) Kehilangan
mobilitas
b) Palpasi
(1) tenderness
(2) deformitas
(3) nadi
(4) ROM
(5) Kekuatan
otot
(6) Pengkajian
neurologis
2) Prosedur
diagnostik
a) Radiograf
3)
Sprain
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
Dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal, perawat harus
menanyakannya secara langsung kepada pasien dengan teknik P, Q, R, S, T.
Provoking (penyebab) :Apa yang menimbulkan nyeri (aktivitas, spontan,
stress setelah makan dll)?
Quality (kualitas) :
Apakah tumpul, tajam, tertekan, dalam, permukaan
dll?Apakah pernah merasakan nyeri seperti itu
sebelumnya?
Region (daerah) : Dimana
letak nyeri?
Severity (intensitas) :
Jelaskan skala nyeri dan frekuensi, apakah di sertai
dengan
gejala seperti (mual, muntah, pusing,
diaphoresis, pucat, nafas pendek, sesak, tanda
vital
yang abnormal dll)?
Timing (waktu) : Kapan
mulai nyeri ? Bagaimana lamanya ? Tiba-tiba
atau bertahap?
Apakah mulai setelah anda makan ? Frekuensi
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau
mengalami trauma pada muskuloskeletal lainnya?
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini?
c. Data biopsikospiritual
(1) Data biologis
(a) Gerak dan aktivitas
Kaji kemampuan aktifitas dan mobilitas kehidupan klien sehari-hari
(b) Kebersihan diri
Kaji apakah ada kesulitan dalam memelihara dirinya
(2) Data psikologis
(a) Rasa aman
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan keamanan dan pencegahan pada
saat melaksanakan akitivitas hidup sehari-hari, termasuk faktor lingkungan,
faktor sensori, serta faktor psikososial.
(b) Rasa nyaman
Kaji apakah pasien mengalami mual dan nyeri (PQRST).
(3) Data sosial
(a) Sosial
Melalui komunikasi antar perawat, pasien, dan keluarga dapat dikaji
mengenai pola komunikasi dan interaksi sosial pasien dengan cara
mengidentifikasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi.
(b) Prestasi
Kaji tentang latar belakang pendidikan pasien
(c) Bermain dan rekreasi
Kaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi (jenis kegiatan dan
frekuensinya)
(d) Belajar
Kaji apakah pasien sudah mengerti tentang penyakitnya dan tindakan
pengobatan yang akan dilakukan. Kaji bagaimana cara klien mempelajari sesuatu
yang baru
(4) Data spiritual
d. Pemeriksaan fisik
Inspeksi :
1. Kelemahan
2. Edema
3. Ketidakstabilan fungsi ligamen
Palpasi :
1. Mati rasa
4) Strain
a)
Identitas pasien
b)
Keluhan utama: nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan,
perubahan mobilitas, atau ketidakmampuan menggunakan sendi, otot, dan tendon.
c)
Riwayat kesehatan
(1) Riwayat penyakit sekarang
(a) Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah
beraktifitas kerja atau setelah berolahraga.
(b) Daerah mana yang mengalami trauma.
(c) Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
(2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau
mengalami trauma pada sistem musculoskeletal lainnya.
(3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
d) Pemeriksaan fisik
(1) Inspeksi :
kelemahan, edema, perubahan warna kulit/ perdarahan, ketidakmampuan menggunakan
sendi.
(2) Palpasi :
mati rasa
(3) Auskultasi
(4) Perkusi
e) Pemeriksaan penunjang : rontgen
5)
Sindrom kompartemen
a. Data
subjektif
1)
Riwayat kondisi saat ini
a) Injury
pada extremitas: fraktur, kompresi yang lama, injury vaskuler, luka bakar, hypothermia,
b) Pembedahan
terbaru
c) Pengguanaan
balutan antishock
d) Taus
hidrasi: hidrasi turun cenderung syndrom kompartemen
2) Riwayat medis
a) Hemophilia
b) Nefrotik
syndrom
c) Disfungsi
saraf
b. Data objektif
1) Pemeriksaan fisik
a) Nyeri
b) Parestesia
c) Paralisis
d) Pucat
c. Prosedur
diagnostik
1) Pengukuran
tekanan kompartemen: tekanan samp[ai 10 mmhg (N) , 30-40 mmhg cenderung
menimbulkan gejala klinik
2) Laboratorium:
urin untuk myoglobinuria, enzim darah: kreatine kinase, laktate dehidrogenase,
SGOT
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot,
ligamen atau tendon
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri / ketidakmampuan
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam melaksanakan akitivitas
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
C. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot,
ligamen atau tendon
a. Kaji
secara komphrehensif tentang
nyeri, meliputi:
lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas,intensitas/beratnya nyeri,
dan faktorfaktor pencetus.
b. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi musik,
dan distraksi)
c. Modifikasi
tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien
d. Anjurkan
klien untuk meningkatkan tidur/istirahat
e. Anjurkan
klien untuk melaporkan
kepada tenaga kesehatan jika tindakan
tidak berhasil atau terjadi keluhan lain.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri / ketidakmampuan
a. Monitoring
vital sign sebelum/sesudah latihan dan
lihat respon pasien saat latihan
b. Konsultasikan
dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
c. Bantu
klien untuk menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah terhadap cedera
d. Ajarkan
pasien atau tenaga kesehatan
lain tentang teknik ambulasi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E. ( 1999 ). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta; EGC.
Marilynn. J & Lee. J. 2011. Seri
Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Hal 124. Jakarta : Erlangga
Sudijandoko, Adun. 2000. Perawatan dan Pencegahan
Cidera. Yogyakarta: FIK UNY
Junaidi, Iskandar. 2011. Pedoman pertolongan pertama
yang harus dilakukan saat
gawat dan darurat medis. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Hardianto, Wibowo.
1995. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Moran DS, Israeli E, Evans RK, Yanovich R, Constantini N, Shabshin N, et
al.Prediction model for stress fracture in young female recruits during basic
training.
Med Sci Sports Exerc. Nov 2008;40(11 Suppl):S63-
Norvell J G, Kulkarni R. Tibial and Fibular Fracture. Diakses dihttp://emedicine.medscape.com/article/82630 - overview.
tanggal akses 11 Feb
Ruari 2012. Update Terakhir 16 Maret 2011
Patel M dkk. Open Tibial Fracture. Diakses di http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview.
Tanggal akses 11 Februari 2012.
Update Terakhir 23 Mei 2011
Solomon
L, Warwick D,
Nayagam S. Apley’s
System of Orthopaedics
and Fractures, Ninth Edition.
London: Hodder-Arnold; 2010.
Figure 23.54. Joint injuries.
p. 731.
Emergency Informations System, Inc. Fractures.
2011 [updated 2011, cited April 2014].
[Figure] Fracture of
the upper arm.
Available from: http://911emg.com/first-aid-upper-arm.html
Emergency Informations System, Inc. Fractures.
2011 [updated 2011, cited April 2014]. [Figure] Fracture of the forearm. Available from: http://911emg.com/firstaid-forearm.html
Sands Casino | Las Vegas, NV | Contact Info
BalasHapusSands งานออนไลน์ Casino is located on the Las Vegas Strip in septcasino Paradise, Nevada, USA and boasts 2,650 slots, 22 table 메리트 카지노 고객센터 games, and a 70 table poker room.